SALAMKU KEPADA ALAM SEMESTA NEGERIKU
Kepada bumi pertiwi nan kaya
Kepadamu melalui puisi-puisi ini
Ku persembahkan pemujaan padamu
Segala kekayaan, minyak bumi, gas, emas, intan
Bersembunyi dibalik perutmu yang kaya
Aku sembahkan buktimu untukmu
Lewat karya-karya nyata
Dalam menggali anugerah mulia
Sebagai bukti rahmat-Mu nan Pemurah
Demi kesejahteraan umat manusia
Kepada alam semesta
Hutan belantara
Kepadamu salam kejayaan
Hari-hari yang selalu membri khikmat
Suaramu ingin engkau disentuh
Oleh tangan-tangan anak bangsa
Karena Pemerintah mengerti dan paham
Lambaikan tangan sumber daya alam semesta
untuk digali dan dijaga
Demi membuangkan hasil kesejahteraan bersama
SEKOLAH GRATIS: CONTOH PERJALANAN KONSEP YANG BELUM SELESAI
“Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA” Pasal 31 (2) dalam UUD 1945 hasil Amandemen)
“Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar TANPA MEMUNGUT BIAYA.” Pasal 34 (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Mereka yang berfikiran hebat membicarakan ide-ide. Mereka yang berfikiran sedang membicarakan peristiwa-peristiwa. Mereka yang berfikiran sempit membicarakan orang lain (Eleanor Roosevelt, 1884 - 1962, mantan first lady AS)
Terobosan paling menyenangkan pada abad ke-21 tidak datang dari kemajuan teknologi, tapi dari pengembangan konsep yang dinamakan kemanusiaan (John Naisbit, futurolog Amerika Serikat)
Sungguh! Bak harapan yang biasanya jauh panggang dari api dengan kenyataan. Bak teori yang sering berbeda dengan praktiknya. Bak janji yang sering tidak ditepati. Itulah konsep pendidikan gratis. Diskusi e-mail tentang konsep ini muncul sejak pertama kali saya kenal apa itu e-mail. Sampai saat ini pun diskusi itu belum usai. Apalagi ada titik temu. Sangat lucu dan lucu sekali. Wallahu alam.
Tak ayal lagi. Pembicaraan tentang sekolah gratis akhirnya juga muncul ketika diadakan pertemuan pengurus Dewan Pendidikan Kota Bekasi pada tanggal 4 Juli 2008. Dalam acara itu, Dewan Pendidikan Daerah Kota Bekasi (DPD Kota Bekasi) telah mengundang saya untuk menyampaikan topik khusus tentang proses pemilihan pengurus baru Dewan Pendidikan. Agenda pertemuan itu merupakan tahap awal dari seluruh rangkaian kegiatan pemilihan pengurus baru Dewan Pendidikan.
Setelah usai saya menyampaikan paparan tentang proses penyusunan pengurus baru DPD Kota Bekasi, acara tanya jawab pun dimulai. Dan ujung-ujungnya sampailah pembicaraan kepada masalah sekolah gratis ini. Sungguh! Pengurus DPD Kota Bekasi sangat antusias dalam membahasnya. Setahu saja, pihak pemerintah, baik pusat maupun daerah pun tidak pernah memberikan tanggapan atau penjelasan mengenai masalah ini.
Apa itu sekolah gratis?
Istilah “sekolah gratis” hanya ada dalam ucapan dan kata-kata. Ucapan itu hanya muncul dari para pejabat, khususnya para calon gubernur, bupati atau walokota. Terus terang, istilah “sekolah gratis” tidak pernah ada dalam ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Tidak ada sepatah kata pun. Yang ada adalah adalah istilah PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA dalam UUD 1945 dan TANPA MEMUNGUT BIAYA dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Marilah kita kutip kedua azas legalitas tersebut.
Pasal 31 (2) dalam UUD 1945 hasil Amandemen menyebutkan bahwa:
“Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA”
Sementara Pasal 34 (2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa:
“Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar TANPA MEMUNGUT BIAYA.”
Jadi, makna amanat tersebut sebenarnya memang sama dengan “gratis”. Itu tidak dapat dipungkiri. Tidak ada silang pendapat mengenai masalah ini. Tetapi, biaya apa saja yang harus gratis? Itulah pentingnya penjabaran lebih lanjut dari UUD dan UU tersebut. Itulah perlunya PP yang akan mengatur lebih lanjut tentang pengertian lebih lanjut mengenai “PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA” dan TANPA MEMUNGUT BIAYA”, termasuk apakah masyarakat sama sekali TIDAK BOLEH UNTUK BERAMAL? Apakah ketentuan ini harus memaksa orang tidak boleh membuka pintu sorga baginya?
Heee. Itu semua harus dijabarkan lebih lanjut melalui ketentuan yang lebih operasional.
Contoh dari negeri jiran
Negeri jiran dapat kita jadikan contoh.
Mengapa gratis?
Mengapa harus gratis, atau PEMERINTAH WAJIB MEMBIAYAINYA atau TANPA MEMUNGUT BIAYA? Alasannya sudah tentu karena program wajib belajar. Latar belakang utamanya adalah agar semua anak usia wajib belajar dapat memperoleh akses belajar. Akses pendidikan tidak boleh memandang latar belakang sosial, ekonomi, budaya, dan semua latar belakang lainnya. Semua anak usia 7 - 15 tahun harus dapat memperoleh pendidikan yang bermutu. Itulah jawabannya.
Apakah dengan demikian tidak ada satu celah pun yang diperbolehkan kalau ada orangtua siswa yang mau membantu sekolah untuk meningkatkan mutu pendidikannya? Kondisinya sangat beragam. Pelaksanaan sekolah gratis di banyak daerah kabupaten/kota di Indonesia telah melahirkan respon yang berlebihan.
Apakah dengan sekolah gratis dapat meningkatkan mutunya?
Sudah tentu ini harus diteliti lebih lanjut oleh perguruan tinggi, atau lembaga penelitian yang memiliki otoritas untuk melakukan penelitian. Pintu telah terbuka untuk ini. Namun demikian, secara empiris banyak pihak, termasuk Dewan Pendidikan yang telah mencoba melakukan pengamatan tentang fenomena ini. Apakah biaya pendidikan yang telah diberikan kepada sekolah melalui program sekolah gratis tersebut — yang sekolah sama sekali tidak boleh memungut uang dari orangtua siswa — sebenarnya telah dapat memenuhi kebutuhan sekolah? Inilah pertanyaan yang harus dijawab terlebih dahulu. Berapa satuan biaya yang sesungguhnya yang diperlukan untuk memenuhi biaya pendidikan sesuai dengan standar pembiayaan? Tulisan ini tidak akan membicarakan ini secara mendetail.
Ketidakjelasan mengenai hal tersebut ternyata telah menyebabkan beberapa sekolah yang mengeluh tentang kekuarangan biaya, misalnya untuk “menyediakan minum teh” untuk kepala sekolah dan gurunya. Biaya yang diberikan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam rangka sekolah gratis tersebut ternyata tidak fleksibel untuk dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sekolah. Keluhan semacam itulah yang muncul di arena tanya jawab yang muncul dalam pertemuan dengan Dewan Pendidikan dan Dinas Pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar